Kajian Mengenai Pro dan Kontra Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi
PENDAHULUAN
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang tidak kunjung disahkan walaupun sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 mengakibatkan kasus kekerasan seksual semakin meningkat setiap tahunnya karena peraturan yang ada sebelumnya yang menangani kasus ini tidak terlalu komperhensif untuk dapat melindungi korban kekerasan seksual. Data yang dimiliki oleh Komnas Perempuan sendiri menunjukan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan sangat tinggi angkanya, dilansir dari dw.com pada tahun 2020 terdapat 2.945 laporan kasus yang tercatat dan kurang dari Sembilan tahun terakhir Komnas Perempuan mencatat terdapat 45.069 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Namun dari data yang ada tersebut merupakan fenomena gunung es maksudnya ialah banyak kasus yang dilaporkan hanyalah sedikit dari kasus yang sebenarnya terjadi. Fenomena pelecehan seksual di lingkungan kampus sendiri kerap ditutupi oleh pihak kampus karena permasalahan mengenai nama baik kampus yang harus dijaga sehingga banyak korban yang tidak berani melapor.
Dipenghujung tahun 2021 kekerasan seksual pun Kembali menjadi sorotan publik karena adanya laporan dari seorang mahasiswi yang berasal dari Universitas Riau yang mengaku mendaparkan pelecehan seksual dari dosen pembimbing skripsi. Namun, dosen tersebut melaporkan balik mahasiswa tersebut dan menuntut Rp 10 miliar karena pencemaran nama baik. Kasus ini pun masih dalam tahap penyelidikan oleh Kepolisian Riau. Sedangkan di lain kampus tepatnya di Universitas Sriwijawa (Unsri) mahasiswi yang merupakan korban pelecehan seksual Namanya dicoret dari pengumuman kelulusan oleh pihak kampus.
Kampus yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi mahasiswa dan mahasiswi untuk belajar, berubah menjadi tempat yang penuh ancaman pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum yang tidak bermoral. Menanggapi hal tersebut pada 31 Agustus 2021, Nadiem Makarim yang merupakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi №30 Tahun 2021 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbud PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi (PT) yang kemudian diundangkan pada 3 September 2021.
Dikeluarkannya Permen ini kemudian mengundang pro dan kontra khalayak, karena sebelumnya yang sudah kita ketahui bahwa RUU PKS tidak kunjung dibahas karena adanya ketidak selarasan pendapat di DPR RI mengenai isi dari RUU PKS yang memunculkan praduga bahwa akan melegalkan perzinahan dan perbuatan menyimpang LGBT yang dilarang oleh agama. Namun dilain sisi banyak pihak yang menyambut dengan baik saat Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengeluarkan Permen ini karena mereka yang pro menganggap bahwa dengan dikeluarkannya Permen PPKS ini pihak perguruan tinggi dapat melakukan Langkah-langkah legal untuk dapat menindak pelaku dari kekerasan seksual dilingkungan kampus.
PEMBAHASAN
Apa Itu Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021?
Permendikbud №30 Tahun 2021 adalah aturan tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang dikeluarkan oleh Nadiem Makarim tujuan dari dibuatnya Peraturan Menteri Pendidikan ini tak lain untuk membantu menangani kasus kekerasan seksual yang selama ini seringkali terjadi dan luput ditangani oleh pihak kampus. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
Kemendikbudristek menyampaikan isi Permendikbud №30 Tahun 2021 sejalan dengan tujuan pendidikan yang diatur dalam Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia.
Apa Saja Pro dan Kontra Dalam Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021?
Permendikbud PPKS yang dikeluarkan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan Republik Indonesia ini bak angin segar bagi mahasiswa/I diseluruh Indonesia karena, adanya prosedur yang jelas dalam penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus dan Permendikbud PPKS ini merujuk pada UU №12 Tahun 2021 mengenai Pendidikan Tinggi dan disahkan tidak hanya oleh Kementrian Pendidikan saja melainkan adanya jalinan kerjasama dengan Kementrian lainnya seperti Kemenkumham. Walaupun dalam penyusunan yang sudah mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam membuat Permen, Permendikbud PPKS ini masih menemui pihak yang tidak menyetujui mengenai Permen ini.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) misalnya, mengkritik Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Sebelumnya juga pada 2019, PKS juga menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Pada saat itu PKS melalui ketua fraksinya yakni Jazuli Juwaini menolak draf RUU Penghapusan kekerasan Seksual lantaran rancangan undang-undang tersebut dipandang mendukung terhadap praktik perzinahan.
Kini, PKS pun mengambil tindakan serupa, PKS mengkritik keras kebijakan yang dibuat oleh Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim. Sakinah Aljufri yang merupakan Anggota Komisi X DPR RI menjelaskan bahwa Permendikbud PPKS ini tidak dapat mengendalikan perbuatan zina dan LGBT yang dilarang oleh agama. Tidak hanya itu, pada frasa “tanpa persetujuan korban” (consent) yang dimaksud dalam Permendikbud PPKS sama saja melegalkan secara implisit seks bebas serta perbuatan menyimpang LGBT di lingkungan kampus dengan berlandaskan pada persetujuan kedua belah pihak. Dengan hal tersebut Partai PKS yang diwakilkan oleh legislatornya menangkap bahwa hal-hal tersebut dapat merusak generasi penerus bangsa dan menyatakan ketidaksetujuannya atas Permendikbud PPKS. Selain itu juga Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyampaikan kritik terhadap Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dia menuding Permendikbud itu melegalkan zina. Beliau mengatakan bahwa terdapat celah moral yang dapat melegalkan seks di lingkungan kampus dalam permendikbud tersebut. Namun, beliau tidak menjelaskan lebih dalam mengapa permendikbud tersebut dapat berpotensi melegalkan perbuatan zinah dalam lingkungan kampus.
Apakah Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 Bisa Jadi Solusi?
Disahkannya Permendikbud ini merupakan bagian dari sebuah support system dari pendidikan nasional dimana tujuan pendidikan yang diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional adalah mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia. Kekerasan seksual merupakan satu dari banyak hal yang dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sehingga, permendikbud ini merupakan satu langkah kemajuan yang memiliki arti yang besar dalam mewujudkan pendidikan nasional.
Get started
Open in app
KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN KAMPUS
Himajip_Unas
Himajip_Unas
Dec 29, 2021·8 min read
Kajian Mengenai Pro dan Kontra Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi
PENDAHULUAN
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang tidak kunjung disahkan walaupun sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 mengakibatkan kasus kekerasan seksual semakin meningkat setiap tahunnya karena peraturan yang ada sebelumnya yang menangani kasus ini tidak terlalu komperhensif untuk dapat melindungi korban kekerasan seksual. Data yang dimiliki oleh Komnas Perempuan sendiri menunjukan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan sangat tinggi angkanya, dilansir dari dw.com pada tahun 2020 terdapat 2.945 laporan kasus yang tercatat dan kurang dari Sembilan tahun terakhir Komnas Perempuan mencatat terdapat 45.069 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Namun dari data yang ada tersebut merupakan fenomena gunung es maksudnya ialah banyak kasus yang dilaporkan hanyalah sedikit dari kasus yang sebenarnya terjadi. Fenomena pelecehan seksual di lingkungan kampus sendiri kerap ditutupi oleh pihak kampus karena permasalahan mengenai nama baik kampus yang harus dijaga sehingga banyak korban yang tidak berani melapor.
Dipenghujung tahun 2021 kekerasan seksual pun Kembali menjadi sorotan publik karena adanya laporan dari seorang mahasiswi yang berasal dari Universitas Riau yang mengaku mendaparkan pelecehan seksual dari dosen pembimbing skripsi. Namun, dosen tersebut melaporkan balik mahasiswa tersebut dan menuntut Rp 10 miliar karena pencemaran nama baik. Kasus ini pun masih dalam tahap penyelidikan oleh Kepolisian Riau. Sedangkan di lain kampus tepatnya di Universitas Sriwijawa (Unsri) mahasiswi yang merupakan korban pelecehan seksual Namanya dicoret dari pengumuman kelulusan oleh pihak kampus.
Kampus yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi mahasiswa dan mahasiswi untuk belajar, berubah menjadi tempat yang penuh ancaman pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum yang tidak bermoral. Menanggapi hal tersebut pada 31 Agustus 2021, Nadiem Makarim yang merupakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi №30 Tahun 2021 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbud PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi (PT) yang kemudian diundangkan pada 3 September 2021.
Dikeluarkannya Permen ini kemudian mengundang pro dan kontra khalayak, karena sebelumnya yang sudah kita ketahui bahwa RUU PKS tidak kunjung dibahas karena adanya ketidak selarasan pendapat di DPR RI mengenai isi dari RUU PKS yang memunculkan praduga bahwa akan melegalkan perzinahan dan perbuatan menyimpang LGBT yang dilarang oleh agama. Namun dilain sisi banyak pihak yang menyambut dengan baik saat Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengeluarkan Permen ini karena mereka yang pro menganggap bahwa dengan dikeluarkannya Permen PPKS ini pihak perguruan tinggi dapat melakukan Langkah-langkah legal untuk dapat menindak pelaku dari kekerasan seksual dilingkungan kampus.
PEMBAHASAN
Apa Itu Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021?
Permendikbud №30 Tahun 2021 adalah aturan tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang dikeluarkan oleh Nadiem Makarim tujuan dari dibuatnya Peraturan Menteri Pendidikan ini tak lain untuk membantu menangani kasus kekerasan seksual yang selama ini seringkali terjadi dan luput ditangani oleh pihak kampus. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
Kemendikbudristek menyampaikan isi Permendikbud №30 Tahun 2021 sejalan dengan tujuan pendidikan yang diatur dalam Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia.
Apa Saja Pro dan Kontra Dalam Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021?
Permendikbud PPKS yang dikeluarkan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan Republik Indonesia ini bak angin segar bagi mahasiswa/I diseluruh Indonesia karena, adanya prosedur yang jelas dalam penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus dan Permendikbud PPKS ini merujuk pada UU №12 Tahun 2021 mengenai Pendidikan Tinggi dan disahkan tidak hanya oleh Kementrian Pendidikan saja melainkan adanya jalinan kerjasama dengan Kementrian lainnya seperti Kemenkumham. Walaupun dalam penyusunan yang sudah mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam membuat Permen, Permendikbud PPKS ini masih menemui pihak yang tidak menyetujui mengenai Permen ini.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) misalnya, mengkritik Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Sebelumnya juga pada 2019, PKS juga menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Pada saat itu PKS melalui ketua fraksinya yakni Jazuli Juwaini menolak draf RUU Penghapusan kekerasan Seksual lantaran rancangan undang-undang tersebut dipandang mendukung terhadap praktik perzinahan.
Kini, PKS pun mengambil tindakan serupa, PKS mengkritik keras kebijakan yang dibuat oleh Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim. Sakinah Aljufri yang merupakan Anggota Komisi X DPR RI menjelaskan bahwa Permendikbud PPKS ini tidak dapat mengendalikan perbuatan zina dan LGBT yang dilarang oleh agama. Tidak hanya itu, pada frasa “tanpa persetujuan korban” (consent) yang dimaksud dalam Permendikbud PPKS sama saja melegalkan secara implisit seks bebas serta perbuatan menyimpang LGBT di lingkungan kampus dengan berlandaskan pada persetujuan kedua belah pihak. Dengan hal tersebut Partai PKS yang diwakilkan oleh legislatornya menangkap bahwa hal-hal tersebut dapat merusak generasi penerus bangsa dan menyatakan ketidaksetujuannya atas Permendikbud PPKS. Selain itu juga Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyampaikan kritik terhadap Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dia menuding Permendikbud itu melegalkan zina. Beliau mengatakan bahwa terdapat celah moral yang dapat melegalkan seks di lingkungan kampus dalam permendikbud tersebut. Namun, beliau tidak menjelaskan lebih dalam mengapa permendikbud tersebut dapat berpotensi melegalkan perbuatan zinah dalam lingkungan kampus.
Apakah Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 Bisa Jadi Solusi?
Disahkannya Permendikbud ini merupakan bagian dari sebuah support system dari pendidikan nasional dimana tujuan pendidikan yang diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional adalah mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia. Kekerasan seksual merupakan satu dari banyak hal yang dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sehingga, permendikbud ini merupakan satu langkah kemajuan yang memiliki arti yang besar dalam mewujudkan pendidikan nasional.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) yang terdiri dari 101 lembaga, kolektif, dan organisasi, aturan tersebut merupakan langkah maju negara menghadirkan perlindungan bagi korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. KOMPAKS pun mencatat setidaknya terdapat tujuh poin penting dari penerbitan Permendikbud PPKS itu, yakni mengisi kekosongan hukum perihal pencegahan, penanganan, dan perlindungan korban kekerasan seksual yang memprioritaskan kebutuhan dan keadilan bagi korban. Kemudian lahir dari pengalaman korban; mendefinisikan kekerasan seksual yang akomodatif yang belum dimuat dalam peraturan perundang-undangan yang ada; memposisikan perguruan tinggi sebagai salah satu aktor kunci; mengatur upaya pencegahan kekerasan seksual dengan melibatkan pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Selanjutnya mengatur upaya penanganan melalui pendampingan dan perlindungan bagi korban dan saksi beserta sanksi administratif bagi pelaku yang terbukti; dan membentuk satgas untuk menindaklanjuti kekerasan seksual yang dilaporkan.
Jaminan akan perlindungan dan kenyamanan dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi merupakan salah satu hal yang memang tidak perlu dipertanyakan lagi urgensinya. Perguruan tinggi merupakan sebuah wadah “sakral” yang seharusnya tidak dinodai oleh hal-hal yang tidak baik salah satunya seperti pelecehan dan kekerasan seksual. Berhasil atau tidaknya Permendikbud itu bergantung dari kita semua karena pada dasarnya peraturan dan kebijakan adalah sebuah alat dan itu tergantung bagaimana kita menggunakan alat tersebut. Upaya pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi merupakan tanggung jawab dari seluruh elemen masyarakat, sehingga kita semua harus memiliki kesadaran akan hal tersebut dan mulai melakukan upaya pencegahan kekerasan seksual dari sekarang.
KESIMPULAN
Permendukbud Ristek No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS) yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ialah Permen mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Fokus dari Permendikbud PPKS ini ialah hanya pada penanganan dan pencegahan saja dan tidak mengatur mengenai perbuatan zina ataupun perbuatan penyimpang LGBT karena hal tersebut tidak sesuai dengan ranah dari Menteri Pendidikan. Adapun pernyataan bahwa Permendikbud Ristek №30 Tahun 2021 merupakan peraturan yang melegalisasi zina dan LGBT dengan merujuk pada frasa “tanpa persetujuan korban” merupakan satu bentuk kesalahan dalam penalaran berfikir (logical fallcy).
Kritik maupun saran yang dikeluarkan oleh publik mengenai terbitnya satu peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan jajaran lembaganya merupakan bentuk dari kontrol sosial agar peraturan tersebut dapat sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat luas. Pemerintah tidak dapat melarang individu maupun kelompok apapun untuk malakukan kritik terhadap satu kebijakan karena individu maupun kelompok dalam mengutarakan pendapatnya berlandasan pada kebebasan berpendapat yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 E, F, dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 14, 23, 24, dan 25. Dengan hal tersebut pemerintah berserta jajarannya harus terbuka dalam menerima kritik dan saran dari publik. Namun, kebebasan berpendapat ini tidak serta merta dapat ditelah mentah-mentah. Karena, opini, kritik, maupun saran harus dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya maka dengan ini dapat dipahami bahwa memberikan satu kritik hanya untuk sebuah keuntungan pribadi ataupun kelompok merupakan hal yang salah apalagi kritik yang dibangun oleh satu kelompok dijadikan sebuah isu dan kemudian membawa agenda politik didalamnya pada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan sebuah perilaku yang tidak baik. Karena, dapat kita ketahui bahwa kritik maupun saran dilakukan untuk kemudian dapat membuat suatu peraturan menjadi lebih baik dan menguntungkan masyarakat luas bukan hanya satu kelompok saja.
Maka dengan ini Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang PPKS merupakan satu Langkah pasti yang ditempuh oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengurangi tingginya angka kekerasan seksual di ranah komunitas yang termasuk perguruan tinggi dengan menyediakan payung hukum yang sah sebagai regulasi penanganan kekerasan seksual. Adapun kontradiksi pada Permen ini merupakan bentuk dari kesalahan dalam penalaran berfikir (logical fallcy) dari satu kelompok. Dengan ini sebagai mahasiswa sudah sepatutnya kita kawal Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 karena Permen ini merupakan payung hukum bagi kita semua untuk dapat merasa aman dan menciptakan lingkungan kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Dengan begitu pelaksanaan dari Tridharma di dalam maupun di luar kampus dapat dilaksanakan dengan aman tanpa adanya rasa was-was akan ancaman kekerasan dan pelecehan seksual.