Transformasi Digital dan Kesadaran Politik dalam Membangun Daya Tahan (Resilience) Masyarakat dalam Kenormalan Baru merupakan sebuah acara webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Nasional dalam rangka Dies Natalis Universitas Nasional ke-72. Acara webinar ini diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Politik Fisip Universitas Nasional dengan menjalankan beberapa tujuan seperti mengajarkan peserta untuk beradaptasi dengan fenomena trasnformasi digital yang terjadi di sekitar kita. Dalam acara webinar ini, Program Studi Ilmu Politik Universitas Nasional beserta dengan panitia pelaksana mengundang beberapa narasumber untuk memberikan edukasi mengenai peran penting teknologi digital dalam upaya menciptakan kesadaran politik demi mewujudkan daya tahan (resilience) masyarakat dalam kenormalan baru. Acara webinar ini pun diisi oleh Prof. Dr. Ibnu Hamad (Guru Besar Ilmu Komunikasi UI), Dr. M. Alfan Alfian Mahyudi, M.Si (Ketua Program Magister Ilmu Politik Universitas Nasional), dan Agung Triwibowo, Ph.D (CEO Algorithm Global LLC Ukraine), serta dipandu oleh Sahruddin Lubis S.I.P, M.Si. (Dosen Ilmu Politik Universitas Nasional). Diharapkan dengan diselenggarakannya acara webinar ini dapat menjadi edukasi bagi seluruh peserta agar dapat memiliki awareness atau kesadaran, sikap, dan mental yang kuat dalam menjalani kenormalan baru (new normal).
Pada masa kenormalan baru (new normal) kehidupan sosial yang biasa kita jalani secara langsung seperti berkomunikasi dan interaksi sosial menjadi lebih terbatas dan digantikan dengan komunikasi secara tidak langsung dengan menggunakan teknologi. Perpindahan komunikasi dari langsung menjadi tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi ini kemudian dinamakan transformasi digital. Mengutip pendapat dari tokoh dan ilmuan Dr. M. Alfan Alfian Mahjudi, M.Si menjelaskan bahwa kata “mengalami” pada “mengalami zaman digital” merujuk pada kata “amenangi” dalam karya Ronggo Warsito dan juga ewuh oyo yang memiliki arti “dilematis” hal ini terkonfirmasi oleh Eric Schmidt dan Jared Cohen dalam The New Digital Age yang mengingatkan kita bahwa zaman digital dipenuhi oleh kontradiksi dengan merujuk pada internet menyediakan potensi kebaikan yang sebanding dengan kejahatan. Mengenal digital transformation sendiri pada awal penerapannya hanya diterpkan di sektor private yaitu sebuah cara untuk integrasi digital kesemua area bisnis dengan tujuan menghasilkan sebuah perubahan yang mendasar dalam cara berbisnis, sedangkan untuk ditahap government (pemerintah) transformasi dilakukan untuk menciptakan sebuah transparansi dan efisiensi. Dalam transformasi di pemerintahan dilakukan oleh government sendiri, civil society, private, dan society transformasi digita. Tujuan adanya digital transformation ialah memudahkan masyarakat dan government dalam melakukan pelayanan, dan civil society untuk mencapai kemaslahatan dalam sebuah negara.
Dalam menjalani kehidupan di era kenormalan baru (new normal) terdapat beberapa tantangan terutama bagi negara dan warga negara yang harus dengan cepat beradaptasi dengan internet dan teknologi yang menyediakan kebaikan yang sebanding dengan kejahatan. Merujuk pada hal tersebut dalam materi webinar yang dibawakan oleh Prof. Dr. Ibnu Hamad ia menjelaskan mengenai strategi dalam membangun daya tahan masyarakat. Dalam penyampaian materinya Prof. Dr. Ibnu Hamad menjelaskan mengenai Resilience untuk bisa bangkit setelah pandemi Covid-19. Prof. Dr. Ibnu Hamad menjelaskan 7 principles of building resilience yaitu maintain perspection, use your unique strangths, generate positive feelings, be realistically optimistic, persevere by beings optimistic and fleksibel, Resechout to others, connect to your meaning in life. Terdapat syarat dalam membangun resilience yaitu personality, foods, dan beyonds. Menurut Prof. Dr. Ibnu Hamad teknologi hanya sebuah alat namun personality merupakan hal yang utama, personality pun kemudian dapat dibedakan menjadi dua yaitu strong personality dan weak personality. Jika masyarakat Indonesia memiliki personality yang kuat baik pada level individu, keluarga, komunitas, dan negara maka akan berada di tahap konstruktif sedangkan jika personality yang lemah pada level individu, keluarga, komunitas, dan negara maka akan berada di tahap destructive.
Jika masyarakat masih berada di tahap negara lemah maka personality dari masyarakat sendiri akan mudah percaya pada berita hoax, mudah mengikuti arus opini seseorang, dan tidak memiliki kepribadian. Dengan hal tersebut maka teknologi seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memperkuat personality kita. Misalnya pada level individu sendiri berkaitan dengan agama serta kepercayaan, sedangkan pada level negara personality dapat dikuatkan dengan ideologi negara, lalu pada level komunitas personality dapat dikuatkan melalui norma sosial dan norma hukum, dan yang terakhir pada level keluarga personality dapat dibentuk melalui norma sosial. Jika personality yang ada sudah kuat maka sebuah negara pun akan menjadi negara yang kuat dan begitupun sebaliknya jika personality satu negara lemah maka negara tersebut kemudian tidak dapat mempertahankan budaya asli dari negaranya sendiri atau denga kata lain negara tidak bisa mempertahankan apa yang sudah ia miliki.
Resilience pun memiliki sebuah alat yaitu mind-set, social supports, dan hardware. Dalam membangun resilience hal pertama yang dilakukan ialah membangun informasi yang berisikan science and technology, soft skills, dan behaviors. Dengan ini maka pada level negara harus mengarahkan dan membimbing warganegara menuru kenormalan baru (new normal), komunitas harus mensupport kepada sesama komunitas sekitar dalam resilience, dan keluarga yang mendorong masyarakat untuk menjadi individu sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki daya tahan agar mampu untuk mebangun daya tahan di era kenormalan baru (new normal). Resilience kemudian hadir sebagai sebuah cara agar negara dan warga negara dapat segera pulih dan menuju kenormalan baru yang dicanangkan dengan baik.
Maka dari itu, kita sebagai masyarakat yang hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia ini harus saling bahu membahu berkontribusi dalam melaksanakan pembangunan nasional untuk menghadapi kenormalan baru (new normal). Transformasi digital perlu dilakukan pada civil society, private, government, dan bisnis ekonomi. Perlu adanya sebuah upaya integrasi digital antara pemerintah dan masyarakat pada sektor bisnis dan teknologi. Namun yang paling penting adalah mindset dari masyarakat. Mindset yang dimaksud ialah mental dan keinginan untuk maju.
Kita harus berani untuk mempelajari hal-hal baru, salah satunya dengan merambah ke dunia digital. Salah satu contohnya sebagai mahasiswa selain kita diharuskan menjalani kuliah daring, namun kita juga harus mempelajari soft skill yang berhubungan dengan teknologi untuk dapat bersaing di era trasformasi digital.